Goa ini
terletak di desa Wareng, kecamatan Punung, kabupaten Pacitan, Jawa Timur,
kira-kira 40 km dari pusat kota Pacitan ke arah barat. Daerah ini terletak di
perbatasan Jawa Tengah sebelah selatan. Pacitan bisa dicapai dari Wonogiri Jateng,
Ponorogo Jatim, atau Trenggalek Jatim. Namun, Anda juga bisa datang dari
Yogyakarta melalui jalur alternatif yang melewati Kabupaten Gunung Kidul. Jalur
ini sudah beraspal halus, namun di beberapa tempat masih relatif sepi sehingga
tidak disarankan untuk perjalanan malam hari. Bila Anda menggunakan bis umum,
Anda akan turun di terminal Punung dan dilanjutkan dengan ojek karena tidak ada
angkot menuju ke Goa. Tarif ojek sekitar Rp 10.000 . Namun saat hari pasaran
Pahing, Anda bisa menaiki mobil pick up yang difungsikan sebagai angkot dengan
tarif hanya Rp 3000 saja. Tiket masuk goa sendiri hanya Rp 4000 per orang. Anda
juga bisa menyewa senter kalau ingin memasuki goa lebih dalam lagi, dengan
harga sewa cukup Rp 5000.
Awalnya goa
ini bernama Goa Tapan karena terletak di perbukitan kapur Tapan. Menurut
sejarah setempat, goa ini ditemukan oleh Kyai Santiko yang pada waktu itu
kehilangan sapi, dan akhirnya ditemukan di goa ini. Lalu, goa ini dibersihkan
dan diambil oleh Raden Bagus Joko Lelono dan Puteri Raden Ayu Mardilah. Goa ini
terlihat besar dari luar, dan begitu masuk Anda langsung disuguhi kubah yang
megah, lengkap dengan stalaktit (batuan yang berbentuk seperti tiang dan
menempel di atap goa) dan stalagmit (seperti stalaktit, namun menempel di dasar
goa). Namun bila Anda menjelajah lebih dalam, Anda hanya akan menemukan jalan
kecil buntu yang ujungnya dipercaya sebagai tempat bertapa Pangeran Diponegoro
dan pengikutnya.
Stalaktit
Stalakmit di Goa Tabuhan
Yang unik
dari Goa ini adalah adanya stalaktit dan stalakmit yang jika dipukul
mengeluarkan suara nyaring dan merdu. Oleh karena itu, goa ini kerap digunakan
sebagai pentas musik jawa tradisional dengan hanya kendang, stalaktit, dan
stalakmit sebagai instrumentnya. Sulit dipercaya memang jika belum menyaksikan
langsung.
Penabuh
“gamelan” di Goa Tabuhan
Tembang jawa
dinyanyikan oleh tiga orang penyanyi wanita yang disebut sinden, diiringi
dengan empat pria sebagai pemukul kendang, stalaktit, dan stalakmit. Memang
tidak semua batuan bisa mengeluarkan suara merdu, hanya beberapa saja yang bisa
digunakan sebagai instrument musik. Tembang jawa seperti “Nyidam Sari”
dinyanyikan dengan merdu, dengan sesekali ditimpali suara berat waranggana atau
penabuh kendang. Meski hanya bernyanyi selama kira-kira 20 menit, namun
tembang-tembang ini mampu menyihir penonton hingga tak beranjak dari tempatnya.
Untuk menyaksikan musik unik ini, sebenarnya Anda harus “menyewa” pemain musik
tersebut seharga Rp 70.000, namun jika kondisi sedang ramai, mereka akan
bermain sendiri dan berharap penonton mau memberi uang sukarela. Jadi sebaiknya
Anda datang saat hari Sabtu-Minggu atau liburan, dan jangan lupa memberi uang
sepantasnya untuk mereka.
Sindeng dan
Kendang di Goa Tabuhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar